Apa itu Gas DME (Dimethyl Eter) pengganti LPG (Liquified Petroleum Gas)
Konsumsi LPG semakin meningkat sejak keberhasilan konversi minyak tanah ke LPG yang telah dilakukan Pemerintah. Suplai LPG dari produksi dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan konsumsi gas LPG di masyarakat. Oleh karenanya pemerintah melakukan impor gas LPG agar memenuhi kebutuhan nasional. Dari tahun-ketahun impor LPG juga mengalami peningkatan. Tercatat bahwa pada tahun 2019 indonesia mengonsumsi LPG sebanyak 7,76 Juta Ton dan mengalami kenaikan di tahun 2020 menjadi sebanyak 8,81 Juta Ton. Untuk itu diperlukan upaya-upaya subtitusi, salah satunya adalah dengan pemanfaatan gas DME.
DME atau kepanjangan dari Dimethyl Eter
adalah gas hasil pengolahan dari batubara yang berkalori rendah. Gas ini
diklaim dapat menjadi alternatif dari gas LPG karena memiliki karakteristik komponen
yang sama dengan LPG yakni propana dan butana. DME adalah senyawa bening yang
tidak berwarna, ramah lingkungan dan tidak beracun. DME juga tidak merusak
ozon, tidak mengandung particulate matter (PM) dan Nox, tidak mengandung
sulfur. DME mempunyai kesetaraan energi dengan LPG berkisar 1,56-1,76 dengan
nilai kalor DME sebesar 30,5 Mega Joule/Kg dan LPG sebesar 50,56 Mega Joule/Kg.
Dilansir dari Litbang Kementrian ESDM bahwa PPTMGB
“LEMIGAS” telah melakukan pengujian efisiensi kompor gas berbahan bakar LPG
dengan kompor gas berbahan bakar DME untuk membandingkan efisiensi kompor
tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa efisiensi kompor LPG berkisar
53,13-59,13% sedangkan efisiensi kompor DME berkisar 64,7-68,9%. Tetapi untuk
hasil uji konsumsi, kompor gas DME memerlukan volume gas yang lebih banyak
berkisar 1,3 kali gas LPG untuk memanaskan air yang sama, ini disebabkan karena
nilai kalori gas DME memang lebih kecil dibandingkan nilai kalori gas LPG, untuk
nilai kalori gas tersebut sudah admin jelaskan diatas.
Tindaklanjut dari pemerintah untuk gas DME akan
dilaksananakan produksi massal gas DME yang akan dilakukan kerjasama antara 3
Perusahaan Besar. Perusahaan-perusahaan tersebut yakni PT. Bukit Asam sebagai
pemasok Batubara, PT. Pertamina sebagai produsen dan PT. Air Products sebagai
investor. Nilai investasi dari proyek tersebut mencapai 2,1 Miliar USD yang
akan didanai oleh investor. Nantinya Pertamina diproyeksikan dapat memproduksi
gas DME sebesar 1,4 Juta Ton sehingga dapat menghemat devisa negara sebesar Rp.
8.7 Triliun/ Tahun. Oleh karenanya menjadi perhatian penting bagi pemerintah
untuk melakukan langkah yang tepat agar tidak terjadi kerugian karena proyek
ini termasuk proyek strategis nasional.
Dalam wawancara CNN Indonesia menunjukkan bahwa
respon dari masyarakat sangat antusias bila gas LPG diganti dengan gas DME akan
tetapi masyarakat juga meminta kepada pemerintah agar harga satuan gas DME diharap lebih murah
daripada gas LPG dan ketersediaaan gas DME yang berkelanjuatan.
Kekurangan dari pemanfaatan gas DME ialah
biaya produksi gas DME lebih mahal dibanding dengan biaya impor gas LPG, dengan
adanya problem tersebut pemerintah akan mengalihkan subsidi gas LPG ke gas DME.
Gas DME juga lebih boros dibanding gas LPG. Dari segi peralatan, gas DME
memerlukan kompor yang telah dimodifikasi burnernya karena jika menggunakan
burner yang biasa digunakan pada gas LPG akan menjadikan nyala api yang
dihasilkan gas DME lebih kecil, sehingga tidak efisien.
Jika ditimbang-timbang gas DME memang bisa menjadi solusi untuk menekan laju impor LPG nasonal tetapi akan butuh biaya yang lebih besar atau bisa dikatakan pemerintah akan rugi karena biaya produksi yang tinggi. Problematika energi memang tidak mudah diselesaikan. Menurut profesor saya yang ahli dibidang ilmu termodinamika, ia berujar "sebenarnya krisis energi itu tidak ada, yang ada ialah pemborosan energi". Solusi permasalahan energi itu dapat diselesaikan dengan langkah awal yang mudah seperti kita melakukan penghematan energi, hemat bukan berarti irit tetapi hemat ialah memanfaatkan energi secukupnya dengan penggunaan yang sebaikmungkin. Intaha
Sumber : litbang.esdm.go.id cnnindonesia.com
cnbcindonesia.com
Baca Juga
5G Indonesia Korbankan 2G dan 3G
0 Komentar