Artikel ini merupakan artikel terakhir edisi Ronggowarsito, yang merupakan lanjutan dari artikel Ronggowarsito : Tirakat Sang Santri Pilihan. Agar tidak ada kesalahan pemahaman bagi para pembaca maka kami sarankan untuk membaca keseluruhan edisi Ronggowarsito :
Ronggowarsito : Perjalanan Seorang Yang Haus Akan Ilmu
Dianggap telah mendapatkan perbekalan ilmu yang
cukup dari pondoknya, Kyai Besari kemudian meminta Bagus Burhan untuk kembali
ke Surakarta. Setelah kembali ke Surakarta, Bagus Burhan berguru kepada Panembahan
Kuminoto, dari hasil berguru inilah Bagus Burhan mendapatkan ilmu jawa yang
bersifat Jaya Kawijayan Kadikdayan/ Kanuragan. Sebagai orang yang haus akan
ilmu pengetahuan Ronggowarsito mengembara untuk mendapatkan ilmu-ilmu lain dari
banyak guru. Mulai dari Pangeran Wijil di Kadilangu, Kyai Tunggul Wulung di
Ngadi Luwih, Ki Ajar Wirokonto di
Rogojampi dan bahkan menyebrang pulau menemui Ki Ajar Sidolaku di Tabanan,
Bali. Dari Sidolaku, Ronggowarsito mendapatkan banyak pustaka tua yang bisa
dipelajarinya, berbagai naskah-naskah lontar yang berisi sejumlah ilmu
pengetahuan seperti ramalan dan penglihatan batin untuk mengetahui kejadian di
masa depan. Disamping itu Ronggowarsito juga mendapatkan naskah-naskah semisal
Rama Dewa, Bima Suci, Bratayuda, Darmasarana hingga Aji Pamasa.
Ronggowarsito : Karir Seorang Pujangga Tersohor
Pada tanggal 28 Oktober 1818, Ronggowarsito
diangkat sebagai Carik Kliwon di Kadipaten Anom hingga mendapat gelar
Ronggopujonggo Anom. Setelah itu ia menjabat sebagai Abdi Dalem Carik Kepatihan
dan di beri gelar Mas, dan selanjutnya ia diangkat sebagai Mantri Carik
Kadipaten Anom dengan gelar Mas Ngabehi Sorotoko. Pada tahun 1822,
Ronggowarsito menikah dengan Raden Ajeng Kombak yang merupakan putri Adipati
Cakraningrat dari Kediri. Sesudah menikah ia dinaikkan pangkatnya menjadi Abdi
Dalem Panewu Sedoso.
Dua tahun pasca Perang Diponegoro,
Ronggowarsito diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom dengan gelar Raden
Ngabehi. Ketika istrinya R.A. Kombak meninggal dunia, Roggowarsito menikah lagi
dengan Mas Ajeng Pujodewata dan Ngurohdewata. Di lingkungan Istana Kasunanan
Surakarta, Ronggowarsito banyak bergaul dengan pegawai belanda dan peneliti
kebudayaan. Terkadang Ronggowarsito mendampingi dan membantu para peneliti itu
menerjemahkan catatan/ naskah-naskah kuno yang tidak mereka mengerti bahasa
atau maksudnya. Olehkarena itu Ronggowarsito dianggap sebagai guru mereka,
tempat mereka bertanya atau berdiskusi menyangkut kesusastraan jawa dan
seputarnya. Saking kagumnya dengan kepakaran Ronggowarsito beliau diberi
tawaran untuk mengajar di Belanda dengan gaji yang tentunya tidak sedikit.
Namun bukan Ronggowarsito kalau tidak menolak tawaran itu, karena telah
menyatakan diri sebagai abdi Kasunanan Surakarta, sehingga ia tidak berkehendak
meninggalkan tugasnya.
Dari sisi akademisi Ronggowarsito cukup
berhubungan baik dengan akademisi belanda berbeda dalam hal politik. Pasca
Perang Diponegoro, Ronggowarsito menjadi salah satu tokoh yang dicurigai pihak
militer Belanda. Ayahnya disiksa sampai wafat karena tidak mau membocorkan
hubungan Pangeran Diponegoro dengan Pakubuwono VI. Sebagai anak, Ronggowarsito
juga mendapat getahnya sampai tidak nyaman bekerja menjadi redaksi surat kabar
Bramartani. Meski dicegah kawan-kawan jurnalis lainnya, namun pengawasan ketat
pihak militer yang menganggap tulisannya berbahaya membuat Ronggowarsito
memutuskan keluar dari tempat kerja yang terkena dampak.
Ronggowarsito : Karya Yang Sarat Akan Makna dan
Perjalanan Akhir Hidup
Selama hidupnya Ronggowarsito telah menggubah sebanyak kurang lebih 60 judul karya yang diselesaikan selama 47 tahun (1826-1873). Beberapa karyanya yang meliputi genre dongeng, cerita, lakon wayang, babad salisilah, sastra, bahasa, kesusilaan, adat istiadat, kebatinan, ilmu kasampurnan, primbon dan ramalan. Karya-karya tersebut diantaranya ialah Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Pamoring Kawulo Gusti, Suluk Sukmolelono, Serat Paniti Sastra, Serat Condrorini, Serat Cayempoyo, Serat Cemporet, Serat Sabdotomo, Serat Sabdo Jati, Serat Wedhatama Piningit, Serat Joko Lodang, dll. Karyanya selalu menarik perhatian banyak kalangan karena memiliki nasihat yang berkualitas. Kadang nampak purwokanti dan sandiasmo sebagai salah satu ciri khas nama penulis yang disamarkan atau dirahasiakan dalam sisipan gatra (Kalimat). Prosanya selalu memiliki susunan yang indah dan kental dengan puitiknya.
Pada tanggal 24 Desember 1873, Ronggowarsito
ditemukan meninggal secara misterius, yakni setelah ia menulis waktu
kematiannya tersendiri dengan tepat pada Serat Sabdo Jati karya terakhirnya.
Kematian yang aneh tersebut menimbulkan kontroversi meski ada yang menggangap
karena hukuman mati namun pihak keraton menolak anggapan tersebut.
Ronggowarsito telah sejak lama dikenal sebagai peramal ulung, kuat kebatinannya
sehingga demikian tidak aneh jika ia mampu weruh sakdurunge winarah.
Ronggowarsito kemudian dimakamkan di Palar, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah dan
tidak pernah sepi dikunjungi banyak kalangan hingga saat ini. Mulai dari
Pejabat, Seniman, Budayawan hingga Rakyat biasa. Intaha
Sumber : Yt Jagad Mandala Pictures
Baca Juga
Ronggowarsito : Sastrawan keturunan Brawijaya V
0 Komentar