Hutang Budi Bangsa kepada NU, Pesantren dan Ulama
Dalam kitab Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah,
Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa sejak pertamakali islam
masuk Indonesia, Islam yang berkembang adalah Islam yang bermazdhab Syafi’i dan
mengikuti tasawufnya Imam Ghazali. Sudah sejak awal umat Islam Indonesia itu
mencintai Ahlul Bait (Keluarga dan Keturunan Nabi Muhammad SAW),
mempunyai tradisi ziarah kubur, mentradisikan tabarruk dan tawassul, dan selalu
mengikuti ulama.
Ajaran seperti itulah yang kemudian
dilestarikan dan dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) yang dipertahankan
dalam kultur dakwah para kiai NU sampai sekarang. Islam ala NU, dengan
demikian, sudha sejak lama jauh sebelum Indonesia merdeka telah memberikan
kontribusi sangat fundamental dan menyeluruh terhadap kehidupan bangsa, baik
dalam aspek keagamaan, kebudayaan, dinamika masyarakat, stabilitas bangsa serta
keamanan dan ketertiban masyarakat.
Tidak mengherankan jika seorang Snouck
Hurgronje (seorang kaum Orientalis Belanda yang pernah meneliti Islam
Nusantara) menyatakn bahwa “Islam tradisional di Nusantara yang kelihatannya
demikian statis dan demikian kuat terbelenggu oleh pikiran-pikiran ulama abad
pertengahan, sebenarnya telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat
fundamental. Tetapi perubahan-perubahan tersebut demikian bertahap-tahap,
demikian rumit dan demikian dalam tersimpan. Itulah sebabnya bagi para pengamat
yang tidak kenal dengan pola pikiran Islam, maka perubahan-perubahan tersebut
tidak akan bisa terlihat, walaupun sebenarnya terjadi didepan matanya sendiri,
kecuali bagi mereka yang mengamatinya secara seksama.”
Tanpa disadari dan dipahami banyak orang, NU
dan pesantren telah memberikan sumbangan yang sangat vital dalam membangun dan
meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat bangsa yang kokoh. Sumbangan besar
NU, pesantren dan para kiai terhadap bangsa ini setidaknya meliputi beberapa
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sumber : Buku NU Jimat NKRI
0 Komentar